Dari konglomerat nasional hingga raksasa tambang asing, industri nikel Indonesia dikendalikan jaringan yang kompleks. Siapa mereka? Bagaimana pengaruh mereka terhadap kebijakan dan lingkungan?
Empat Aktor Kuasai 28% Tambang Nikel Nasional: PT Vale Indonesia, PT Aneka Tambang (Antam), PT Weda Bay Nickel, dan Grup Bintangdelapan menguasai lebih dari 270.000 hektare konsesi tambang, termasuk hilirisasi, kemitraan strategis dengan raksasa global Tsingshan, Huayou, Ford, dan Volkswagen dalam rantai pasok kendaraan listrik (EV).
Investasi Asing dan Ekspansi Smelter Melejit, Tapi Risiko Meningkat: Dengan 116 proyek smelter (terutama didanai investor China dan Hong Kong), Indonesia kini pusat pemrosesan nikel dunia. Tapi ledakan industri ini menyebabkan deforestasi ±78.948 ha, konflik lahan, polusi dari PLTU, dan minim serapan tenaga kerja lokal
Struktur Kepemilikan Tidak Transparan, Akuntabilitas Rendah: Proyek-proyek besar seperti IMIP dan IWIP dikuasai oleh perusahaan-perusahaan China lewat skema offshore dan perusahaan cangkang. Audit ESG jarang dipublikasikan, dan keterlibatan masyarakat adat sering diabaikan. Siapa yang untung, siapa yang rugi, jadi pertanyaan kunci bagi jurnalis dan publik.