Isu Utama ESG dan IPLC Industri Nikel Indonesia

Dari konflik lahan, tekanan terhadap masyarakat adat, kerusakan lingkungan, hingga ketimpangan kuasa antara negara dan investor asing, industri nikel menyimpan isu-isu besar yang perlu diungkap. Apakah masalah ini bersumber dari tidak adanya regulasi? Apakah bersumber dari penegakan regulasi yang lemah? Atau apakah perusahaan asing tidak mematuhi regulasi yang ada?

Pratinjau:

  1. ESG Hanya Retorika di Atas Kertas: Perusahaan tambang dan smelter di Indonesia sering mengklaim patuh terhadap prinsip ESG (Lingkungan, Sosial, Tata Kelola), namun kenyataannya: deforestasi terus meluas, air dan udara tercemar, emisi karbon tinggi, dan FPIC sering diabaikan. Audit publik nyaris tidak tersedia, dan regulasi lingkungan kerap dilanggar tanpa sanksi berarti.
  1. Komunitas Lokal Dibayar dengan Kerusakan: Masyarakat adat kehilangan tanah tanpa konsultasi yang sah. Nelayan dan petani terdampak pencemaran. Kecelakaan kerja menewaskan puluhan buruh. Upacara adat dan identitas budaya musnah. Dalam proyek hilirisasi bernilai miliaran dolar, warga lokal justru menanggung beban sosial dan kesehatan paling berat—tanpa kompensasi layak.
  1. Tata Kelola Buruk, Oligarki Kuasai Akses dan Izin: Izin tambang sering dikeluarkan lewat relasi politik, yayasan, dan proksi lokal. Banyak konsesi dikaitkan dengan elit atau militer. Penegakan hukum terhadap pelanggaran nyaris absen. Struktur kepemilikan dan divestasi hanya formalitas untuk memenuhi syarat hukum, tanpa pengalihan kendali nyata ke tangan Indonesia.

Catatan: Dokumen ini bukan laporan biasa, ini kerangka investigasi lapangan bagi jurnalis dan peneliti untuk membongkar siapa yang diuntungkan dari boom nikel, dan siapa yang dikorbankan.

Unduh Dokumen Serba-Serbi Nikel Indonesia:

Unduh Sekarang

Format Berkas:

PDF

Tanggal Publikasi:

July, 2025

Isu Utama ESG dan IPLC Industri Nikel Indonesia